Minggu, 05 September 2010

Kepemimpinan Kaum Muda : Pentingkah Untuk Dibahas?

Menjelang pergantiankepemimpinan nasional di tahun 2009, diskursus mengenai "saatnya kaummuda" memimpin menjadi lebih semarak dibandingkan tahun-tahunsebelumnya. Semenjak kemenangan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf (HADE) dalamPilgub Jabar, yang ketika kampanye memainkan isu kaum muda, nampaknyawacana tentang kepemimpinan kaum muda akan terus bergulir dalam kancahpolitik nasional. Seperti yang telah diketahui khayalak luas, salahsatu tokoh yang turut serta menggunakan isu ini sebagai bagian darikampanye kepresidenan adalah Fadjroel Rachman (FR), seorang aktivismahasiswa di era '80-an yang sempat merasakan berada di balik hotelprodeo ketika rezim Soeharto masih berkuasa.[1] FR juga menjadi salahsatu aktivis yang menghadiri pelaksanaan Kongres Pemuda Jawa Barat diBandung yang dilaksanakan dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemudake-80,[2] yang substansinya ingin mengajak seluruh kaum muda untukmemimpin negeri ini dan menjadikannya lebih baik.[3] Untuk sekedarmengingatkan, rentang umur yang termasuk dalam kategori kaum mudaadalah 20 hingga pertengahan 40an. Memang tidak ada sebuah dokumen yangsecara resmi menetapkan rentang umur bagi kaum muda, tetapi rentangumur antara 20 hingga pertengahan 40an dapat dilihat secara empirikpada individu-individu yang bernaung dalam organisasi kepemudaan.[4]

Maraknyapembahasan mengenai eksistensi dan keinginan untuk memimpin darikalangan muda, menimbulkan sebuah pertanyaan : apakah isu mengenai kaummuda sepantasnya diwacanakan untuk memberikan sebuah solusi alternatifbagi miskinnya tokoh nasional untuk tahun 2009 nanti?

Sepertiyang telah kita pelajari dalam kronik sejarah bangsa ini, pemuda memangmemiliki peranan penting (kalau tidak bisa dibilang terpenting) dalammenggagas perubahan sosial yang fundamental. Gelarnya sebagai agents ofchange memang terasa implementasinya dalam momen-momen yang sangatmenentukan dalam perjalanan bangsa ini. Boedi Oetomo yang didirikanpada 1 Mei 1908 (yang kemudian diperingati sebagai Hari KebangkitanNasional) adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh pemuda. KongresPemuda II pada tahun 1928 yang menghasilkan sebuah dokumen sejarah yangsangat penting dalam sejarah Indonesia secara terang-teranganmenempatkan pemuda sebagai kelompok yang mendukung eksistensi Indonesiasebagai sebuah negara-bangsa. Di tahun 1945, tanpa adanya peran pemuda,Proklamasi Kemerdekaan Indonesia mungkin tidak akan berlangsungsedemikian cepat, karena kaum tua yang masih ingin menunggu posisi dariJepang. Ketika Indonesia semakin bobrok dan korup di tahun 1966, kaummuda lagi-lagi menjadi motor penggerak perubahan sosial, rezim yangelitis dan tidak memperhatikan kondisi rakyat secara riil dapatditumbangkan oleh kekuatan pemuda. Apa yang terjadi di tahun 1966kembali terulang di tahun 1998, dan kaum muda tetap memainkan perananpenting untuk bisa menggulingkan rezim Soeharto yangtotaliter-otoriter-militeristik sekaligus sarat dengankorupsi-kolusi-nepotisme, lalu menggantikannya dengan sebuah sistemyang lebih demokratis.[5]

Dalam konteks kepemimpinan di araspolitik nasional, ataupun lokal, mungkin persentase kaum muda yangberhasil menegaskan perannya sebagai kaum yang progresif danrevolusioner hanya sedikit. Dapat disebut beberapa nama yang dapatdikatakan menonjol sebagai tokoh kaum muda :

1. Fadjroel Rachman,[6]yang setelah Orba menjadi penggerak bagi pemberdayaan masyarakat sipilyang demokratis. Kegiatannya selama tahun '80an memang fenomenal,terutama ketika mendemonstrasi kedatangan pejabat ke Kampus ITB. Hinggaakhirnya drop-out dari ITB, dan dipenjara selama 6 tahun. Tetapi FRbukanlah tokoh yang dikenal oleh masyarakat luas, karena peranannyayang "hanya" di lingkaran lembaga swadaya masyarakat, yang hanyamemberikan sebuah social pressure, tanpa mampu secara gamblangmempengaruhi keputusan politik di parlemen dan eksekutif. Dan tentunya,FR tidak berafiliasi dengan partai politik manapun.

2. Budiman Sudjatmiko,[7]mantan Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik yang kini bergabung di PDIPerjuangan. Dulu Budiman memang dikenal sangat vokal, kritis, sekaligusprogresif-revolusioner. Pergerakannya selama masa pemerintahan Soehartodengan mendekatkan diri pada massa petani, lalu keterlibatannya dalamTragedi Sabtu Kelabu 27 Juli 1996, menjadikan dirinya harus mendekam dibalik bui dengan vonis 13 tahun. Setelah masuk ke PDI Perjuangan,Budiman tidak lagi segarang dan sevokal dulu, yang menyebabkanmunculnya berbagai komentar negatif terutama tuduhan "oportunispolitik". Hingga saat ini, Budiman belum berhasil masuk ke parlemen,dan sedang berusaha untuk menjadi anggota DPR RI di tahun 2009.

3. Yuddy Chrisnandi,[8]salah satu anggota DPR RI dari Partai Golkar. Yuddy menjadi seorangtokoh muda yang berani untuk melawan arus konservatisme di salah satupartai dedengkot di Indonesia. Kegigihannya untuk melakukan interpelasiatas dukungan Indonesia terhadap Resolusi 1747 yang memberikan sanksibagi Iran atas program pengayaan nuklir, telah menjadikan dirinyasebagai kader Golkar yang nyeleneh.[9] Kontroversi yang belakangan inidibuatnya adalah ketika ia mengundurkan diri dari pencalonan anggotaDPR RI dari Partai Golkar di Pemilu 2009, karena menurutnya penentuannomor urut di partai pohon beringin itu tidak transparan danakuntabel.[10]

4. Rizal Mallarangeng,[11]yang saat ini menjadi Direktur Eksekutif Freedom Institute. Rizaladalah pengamat politik lulusan Ohio State University, dan pernahmenjadi peneliti di Centre for Strategic and International StudiesJakarta. Berbeda dengan FR ataupun Budiman, Rizal lebih memilikikarakter seorang akademisi yang tidak pernah merasakan pahit getirnyapergerakan aktivis yang harus berhadapan dengan aparat dan beresikountuk ditahan tanpa proses hukum atau hilang begitu saja ditelan bumi.Freedom Institute yang dipimpinnya pernah menggegerkan dunia akademis,ketika hampir 30 penelitinya ikut serta dalam iklan yang mendukungkebijakan pemerintah dalam kenaikan harga BBM.[12] Iklan tersebutmenuai berbagai kritik dan makian, yang menganggap bahwa Rizal danFreedom Institute telah menjual kejujuran intelektualnya untukkepentingan penguasa.[13] Beberapa saat yang lalu, Rizal jugamengeluarkan pernyataan bahwa Indonesia bisa maju dengan mengikutiresep ekonomi yang telah diimplementasikan oleh negara-negara industrimaju.[14] Sama seperti FR, Rizal tidak berafiliasi dengan partaipolitik manapun, dan berusaha untuk bisa menjadi capres independenmeski tidak turut serta berjuang untuk melakukan judicial review atasUU Pilpres ke Mahkamah Konstitusi.

Keempat tokoh muda itumenjadi rujukan saya karena masing-masing dari mereka merepresentasikangolongan yang cukup berpengaruh, yaitu aktivis independen dan aktivispartai politik, yang kemudian terbagi lagi menjadi aktivis independensosial-demokrat, aktivis independen liberal, aktivis parpolsosial-demokrat, dan aktivis parpol konservatif. Mereka berempat jugamenggalakkan wacana kepemimpinan kaum muda dalam dunia politik. Tetapimenurut saya, wacana kepemimpinan kaum muda, apalagi dengan embel-embelbahwa kaum tua harus menyingkir dan memberikan kesempatan bagi kaummuda untuk bisa memimpin adalah sebuah wacana yang keliru dan tidakseharusnya lagi digulirkan sebagai isu.

Bagi saya, seorangpemimpin bangsa tidaklah harus muda ataupun tua. Karena umur seseorangtidak menjamin kompetensi, sekaligus integritas dalam memimpin. Banyakpolitisi muda yang justru ikut-ikutan korup dan berpikiran kolotseperti senior-seniornya. Tetapi tak sedikit juga politisi yang sudahtua, berumur pertengahan 40 keatas, yang tetap berpikiran dinamis daningin selalu melangsungkan perubahan sosial dalam masyarakat. Indonesiatidak butuh pemimpin yang muda, ataupun tua, tetapi dahaga akanpemimpin yang mampu mengayomi bangsanya, memberikan kesejahteraan bagiseluruh masyarakatnya, sekaligus bisa mempertahankan citra negaranya dimata internasional, dan kesemuanya itu tidak ditentukan oleh umurseseorang. Ketika kaum muda mengklaim dirinya sebagai golongan yangdinamis dan terus berinovasi, seharusnya kaum muda tidak takut dengankeberadaan kaum tua. Kaum muda tidak perlu meminta kaum tua untukmenyingkir dari kancah politik nasional, tetapi justru harus siapbersaing dan membuktikan dirinya ke hadapan seluruh warga negaraIndonesia.[15] Ketika kaum muda meminta kaum tua untuk menyingkir danmengeluarkan kalimat "beri kami kesempatan", berarti kaum muda takubahnya bayi manja yang hanya meminta dan merengek hingga akhirnyadiberikan. Bukannya saya tidak mendukung kaum muda untuk menjadipemimpin bangsa ini, tetapi selayaknya kaum muda tidak usah menjadikankemudaannya sebagai critical point untuk melayani masyarakat.[16] Kaummuda yang dinamis, akan lebih elegan untuk membuktikan denganprogram-program sekaligus track record yang lebih bersih jikadibandingkan dengan kalangan tua. Buktinya, tanpa harus meneriakkan"kami adalah kaum muda, dukunglah kami", gerakan '66 dan '98 tetapmendapat dukungan dari rakyat. Rakyat menilai dari apa yangdiperjuangkan, bukan lagi umur berapa yang sedang berjuang.

Kaummuda, hentikanlah berteriak "kami kaum muda, dukunglah kami, beri kamikesempatan". Mari kita buat program yang mendukung pemberdayaanmasyarakat, yang memperjuangkan kepentingan rakyat, tanpa harus membawaembel-embel "kami kaum muda".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PInk Rose & Glory

PInk Rose & Glory

Pink Rose & HardWork

Pink Rose & HardWork